Kamis, 23 Agustus 2012

Beberapa tips  kontrak/contract/Perjanjian Kerjasama antara band/solo artis dg label
kontrak dgn label



Pada dasarnya harus diingat benar,sebuah perjanjian kerjasama antara solo artist / band dg perusahaan rekaman (label) ,bukanlah "hanya" perjanjian para pihak (subject hukum) manusia-nya saja, tetapi didalamnya juga ada "karya musik " yang diperjanjikan . Hal ini sangat penting disadari sejak awal oleh masing2 pihak, karena tujuan dasar dari sebuah perjanjian ( aspek ke-perdata-an) adalah kondisi yang saling menguntungkan, saling percaya , equality (setara). Serta tidak melawan hukum. berbarengan dengan itu, ketika pekerjaan yang diperjanjikan telah menjadi suatu karya rekaman sebagai suatu produk, maka perjanjian ini juga harus dapat mengimplementasikan keberadaan HAK CIPTA yang dilindungi Oleh UU HAK CIPTA 2002 ( aspek ke-pidana-an nya). sering terjadi ,pelanggaran hak cipta yang sifatnya pidana menjadi terabaikan akibat kontrak2 yang tak berimbang, dan ahirnya Hak cipta (aspek pidana) didalamnya menjadi "kalah" oleh isi butir2 perjanjian (aspek perdata) , dan pada gilirannya bukan saja terjadi dispute yang saling tidak menguntungan, kehilangan kepercayaan,dan tidak setara , tetapi juga sering terjadi hilangnya "hak cipta" ...oleh karena itu,sebelum hal2 ini terjadi, ada beberapa tips sebagai berikut :

1. pastikan bahwa isi kontrak itu jelas pemilahan para pihaknya ,apakah antara perorangan dg company ? atau institusi (suatu band, yg di dalamnya termasuk management,player,producer, songwriter, performer) dg record company (yang biasanya diwakili oleh direktur label) ?, Sebaiknya perjanjian kerjasama antara band dg label,harus dipisahdengan jelas kapasitas dalam band tersebut,yaitu band sebagai performer dan perorangan (didalam band) sebagai pencipta lagu . hal ini sangat penting .karena suatu band bisa bubar ditengah jalan (sekaligus perjanjian dengan band terminated) tetapi hak cipta perorangan didalam band itu, masih tetap valid bahkan sampai pencipta lagu itu meninggal ditambah 50 tahun setelahnya (menurut UU hakcipta Indonesia) .contoh baik yang bisa ditiru yaitu yang terjadi pada group the Beatles yang bubar th 68-69, tapi karya2 paul mc cartney,ringo starr, john lennon (meninggal th 81) dan george harrison(meninggal th 2002) tetap hak2 ciptanya terjaga dan dimiliki oleh pemilik perorangan (yang masih hidup) atau ahli warisnya.(utk yang udah almarhum).

2.harus diliat content/isi kontraknya : - harus ada premis/definisi-definisi yang jelas, serta kejelasan isi object didalam pasal yang diperjanjikan yang sebaiknya telah dimengerti dan disepakati bersama..hal ini sangat penting untuk menghindari kesalahan interpretasi istilah,misalnya untuk istilah producer (di indonesia masih sering dijumpai dalam kontrak2 ,producer adalah = perusahaan rekaman ) padahal dalam perjanjian2 di music industry dunia, producer adalah arsitek yang menggagas musik, contoh nya lihat di CD2 asing,>producer adalah :david foster,britney spears .LL cool J dsbnya,,, gak pernah kita liat ada producer : EMI , atau producer :Sony atau Producer : P.t. X (perusahaan X ) seperti pemahaman di indonesia. Obyek yang diperjanjikan juga harus jelas.misalnya mengenai media rekam..apakah untuk kaset,CD,dvd,VCD dsbnya ..untuk hal ini , di indonesia ada yang unik dan ironis (dan masih banyak terjadi di hampir semua perjanjian/kontrak ) yaitu perjanjian itu awalnya hanya berlaku utk media rekam kaset, kemudian disambung apabila kaset terjual setelah sekian ribu kaset baru CD mulai dicetak, dengan alasan CD masih merupakan barang mewah,,,,Hindari kontrak seperti ini, karena faktanya : ..Haree genheee lebih mahal dan sulit mencari cassete player ketimbang CD/vcd/ mp3 player... jadi intinya yang baik dan aman adalah apabila kontrak itu jelas untuk semua bentuk media rekam sekaligus perhitungan2nya.

3.harus jelas juga kapan terminasi (waktu berahirnya kontrak) nya : apakah didasari jumlah album atau lama waktu/tahun? Hindari kata2 : dan/atau dalam pasal terminasi seperti contoh: perjanjian ini berahir setelah 6 album dan atau 7 tahun,karena perjanjian menggantung seperti ini akan mengakibatkan korban salah satu pihak apabila keadaan nya ditengah perjalanan sudah tidak menguntungkan salah satu pihak .yang benar adalah apabila dalam kontrak , dijelaskan validasinya : selama sekian tahun utk sekian jumlah album dan sebaiknya juga disertai option2
perbaikan/addendum perjanjian setiap tahun atau setiap album nya,semacam
evaluasinya lah,

4.harus jelas HAK ,Kewajiban dan wewenang masing2 pihak.: biasanya di bagian ini , ditentukan jumlah imbalan (royalti) dan cara pembayarannya,serta mekanisme kontrolnya. (liat tips no 1,pisahkan royalty band as a performer dan perorangan di dalam band as song writers)

5. kalau terjadi 'ingkar janji/wanprestasi.bagaimana solusi hukum nya..Oleh karena itu ,,cara mengontrol bersama menjadi penting,

semoga tips2 ini bisa jadi pencerahan dan tidak ada lagi cerita2 klise tentang kekecewaan yang timbul belakangan akibat Kontrak yang tidak fair, ...Sedia payung sebelum Hujan kalau masih kurang jelas, teman teman bisa menanyakan kepada Klinik Hukum / HAKI PAPPRI , Salam musik indonesia


Berita Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar