A. PENDAHULUAN
Eksepsi adalah salah satu jenis
jawaban tergugat selain jawaban pokok perkara dan rekonvensi. Sebelum
memutus tentang eksepsi, hakim harus memeriksa kebenarannya lebih
dahulu. Pemeriksaan eksepsi adalah pemeriksaan mengenai hal-hal di luar
pokok perkara. Dengan demikian seorang tergugat yang dikabulkan
eksepsinya menjadi pihak yang menang dalam perkara. Dengan kata lain,
tergugat dapat menang di pengadilan walaupun sebenarnya
pokok perkara yang dihadapi lemah, karena putusan yang memenangkan
eksepsi belum mempertimbangkan dan/ atau belum memutus pokok perkara.
Bagi seorang advokat yang sarjana hukum, adalah wajib untuk mampu mengajukan eksepsi saat membela tergugat. Makin mahir dalam pengajuan eksepsi, makin berkualitas advokat yang bersangkutan
Eksepsi merupakan salah satu upaya hukum melawan gugatan.
PENGERTIAN EKSEPSI:
Eksepsi adalah bantahan tergugat
untuk menangkis tuntutan penggugat, yang tidak mengenai pokok perkara,
akan tetapi jika berhasil dapat menyudahi pemeriksaan, atau mengandaskan
gugatan.
Ada beberapa jenis eksekpsi. Berikut ini disajikan jenis-jenis eksepsi yang dikelompokkan menurut pengaturan dan sifat eksepsi.
II. JENIS EKSEPSI MENURUT PENGATURANNYA
A. EKSEPSI PROSESUIL (eksepsi yang diatur dalam Hukum Acara Perdata). Menurut sifatnya, eksepsi ini terdiri dari:
1. Eksepsi Peremtoir (Premptoire exceptie, eksepsi yang bersifat menyudahi, memutuskan), misalnya tergugat menyatakan gugatan res judicata (satu perkara tidak boleh diajukan dua kali), @
2. Eksepsi Deklinatoir (declinatoire exceptie, eksepsi yang bersifat mengelakkan), umpama eksepsi yang menyatakan
bahwa gugatan diajukan pada pengadilan (hakim) yang tidak berwenang,
baik tidak berwenang mengadili menurut kompetensi absolute (Pasal 134
HIR) maupun kompetensi relative (Pasal 133 HIR). Di sini tergugat mengelak dari kompetensi pengadilan (hakim).
3. Eksepsi Diskualifikatoir (disqualificatoire exceptie, eksepsi yang sifatnya mendiskualifikasi kedudukan pihak berperkara, dengan mangatakan penggugat dan/ atau tidak mempunyai kedudukan sebagaimana yang dimaksudkan dalam gugatan), umpama penggugat menggugat atas nama suatu perseroan terbatas, padahal ia bukan direkturnya, maka tergugat dapat mengajukan eksepsi, bahwa penggugat tidak berwenang mewakili; contoh lain tergugat digugat padahal bukan ia yang pinjam melainkan saudaranya.
Contoh mengenai hal ini adalah
Gugatan Melawan Hukum pada Pengadilan Negeri Semarang dalam Perkara
Nomor 73/Pdt.G/2010/PN.SMG. yang diputus pada tanggal 15 Juli 2010. Di
dalam perkara ini Penggugat telah keliru merumuskan pihak penggugat
serta salah dalam merumuskan pihak tergugat.
Termasuk disqualifikatoire excseptie adalah
eksepsi yang menyatakan gugatan penggugat kurang dalam menyebut pihak
penggugat dan/atau tergugat, yaitu apabila dalam sengketa tersebut
terdapat subyek hukum yang belum dimasukkan sebagai pihak penggugat
dan/atau pihak tergugat.
4. Eksepsi obscuur libel (obscure libel exceptie) yaitu
eksepsi yang didasarkan pada dalil gugatan penggugat gelap atau
samar-samar. Menurut Rv suatu surat gugat terdiri dari dua bagian, yaitu
fundamentum petendi (yang berisi uraian peristiwa dan dasar hukum gugatan) serta petitum (apa yang dituntut). Fundamentum petendi harus memenuhi syarat jelas dan lengkap, sidang petitum harus memenuhi syarat terang dan pasti. Apabila fundamentum petendi tidak jelas dan tidak lengkap, dan/ atau petitum tidak terang dan tidak pasti, maka gugatan tersebut adalah obscuur libel (gelap atau samar-samar);
Contoh mengenai hal ini adalah
Gugatan Melawan Hukum pada Pengadilan Negeri Semarang dalam Perkara
Nomor 73/Pdt.G/2010/PN.SMG. yang diputus pada tanggal 15 Juli 2010.
Putusan ini telah mencapai kekuatan hukum pasti (in kracht van gdewijsde), karena terhadap putusan tersebut tidak diajukan upaya @
hukum. Dalam putusan disebutkan bahwa penyebutan pihak penggugat yang tidak konsisten, mengakibatkan gugatan gelap/ samar-samar atau obscuur libel.
Apakah mungkin dalam acara menurut HIR gugatan dinyatakan obscuur libel?
Bukankah ada kewajiban bagi Ketua Pengadilan Negeri untuk memberi
nasehat dan pertolongan saat gugatan tertulis dimasukkan (Pasal 119)
atau mencatat/ menyuruh mencatat gugatan yang diajukan secara lisan
(Pasal 120)?
Dalam hal gugatan diajukan secara lisan memang tidak mungkin ada gugatan yang obscuur libel, karena
Ketua Pengadilan Negeri maupun hakim yang ditunjuk mempunyai kemampuan
memformulasikan gugatan menurut syarat yang harus dipenuhi. Kemungkinan obscuur libel terjadi dalam hal gugatan
diwakili oleh seorang Sarjana Hukum (advokat), di dalam praktek
kota-kota besar pada umumnya Ketua Pengadilan Negeri tidak pernah
memberi nasehat dan pertolongan saat gugatan tertulis diajukan oleh
advokat. Praktek demikian dapat dibenarkan, bukankah seorang Sarjana
Hukum apalagi berprofesi sebagai advokat sudah selayaknya ahli dalam
menyusun gugatan? Jadi kalau sampai gugatannya tidak memenuhi syarat,
itu adalah risiko profesi.
5. Eksepsi chicaneus process (chicaneus process exceptie, eksepsi yang manyatakan proses apus-apusan) berupa gugatan yang diajukan dengan tanpa adanya sengketa hukum yang melandasi gugatan tersebut. Dengan kata lain antara penggugat dengan tergugat tidak pernah terjadi sengketa hukum.
B. EKSEPSI MATERIIL
Eksepsi ini didasarkan pada ketentuan Hukum Materiil.
Jenis eksepsi ini adalah:
1. Dilatoire exceptie (eksepsi dilatoir, yaitu eksepsi yang sifatnya menunda atau menangguhkan). Misalnya mengajukan eksepsi yang berbunyi: Gugatan belum tiba saatnya, karena tergugat harus mengembalikan pinjaman tanggal 1 Agustus, sekarang baru 1 April sudah digugat.
2. Eksepsi Peremtoir (Premptoire exceptie, eksepsi yang bersifat menyudahi, memutuskan), umpama tergugat menyatakan gugatan sudah lewat waktu (daluwarsa). Apabila hakim menyetujui maka maka perkara selesai dan tergugat tidak bisa menggugat lagi.
3 Gugatan penggugat tidak didukung oleh fakta atau peristiwa, sifat eksepsi ini adalah Eksepsi chicaneus process (chicaneus process exceptie, eksepsi yang @ manyatakan proses apus-apusan). Jika
antara penggugat dengan tergugat tidak pernah terjadi peristiwa atau
perbuatan sebagaimana diuraikan dalam gugatan, maka tergugat dapat
mengajukan eksepsi ini.
NB. Mengenai daluwarsa (verjaaring) ada yang memasukkannya ke dalam kategori pokok perkara, bukan eksepsi.
Jenis daluwarsa (lewat waktu):
1. Jangka panjang; seorang menempati sebidang tanah dapat menjadi pemilik tanah tersebut kalau sudah menempatinya selama 30 tahun tanpa ada gangguan [Pasal 1963 jo. 1967 KUH Perdata]
2. Jangka pendek, misalnya orang menginap dan makan pada suatu rumah penginapan sekaligus rumah makan. Tuntutan pembayaran hanya dapat diajukan dalam waktu satu tahun. [Pasal 1968 (2) KUH Perdata]
Daluwarsa tersebut dikenal dalam Hukum Perdata Barat (KUH Perdata) namun tidak dikenal dalam Hukum Adat.
III. JENIS-JENIS EKSEPSI MENURUT SIFATNYA:
1. Eksepsi deklinatoir (Declinatoire exceptie, eksepsi yang bersifat mengelakkan).
Di sini tergugat mengelak dari kompetensi (relative maupun absolute)
pengadilan, dengan jalan mengajukan eksepsi Hakim tidak berwenang (Pasal 133, 134), Jika eksepsi benar maka gugatan penggugat diputus tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard), penggugat dapat mengajukan gugatan baru pada pengadilan yang berwenang.
2. Eksepsi Dilatoir (dilatoire exceptie, eksepsi yang sifatnya menangguhkan, menunda)
Contoh tergugat menyatakan bahwa gugatan diajukan terlalu pagi, belum saatnya. Kalau gugatan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard), penggugat dapat menggugat kembali setelah tiba saatnya.
3. Eksepsi Peremtoir (Premptoire exceptie, eksepsi yang bersifat menyudahi, memutuskan). Contoh, eksepsi yang menyatakan gugatan penggugat res judicata (perkara yang disengketakan sudah pernah diputus, jadi tidak boleh diajukan gugatan lagi). Contoh lain adalah: gugatan sudah daluwarsa.
Kalau oleh hakim diputus “gugatan ditolak (weigeren)”, maka penggugat tidak dapat mengajukan gugatan lagi. @
4. Eksepsi Diskualifikatoir (Disqualificatoire exceptie, eksepsi yang sifatnya mendiskualifikasi kedudukan pihak dalam perkara, dengan mengatakan penggugat dan/atau tergugat tidak mempunyai kedudukan yang dimaksud dalam gugatan). Contoh penggugat menggugat sebagai wali, direktur, dan sebagainya, sedangkan ia tidak mempunyai kedudukan itu.
Dalam contoh di atas, jika hakim memutus gugatan salah alamat sehingga diputus gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard), maka penggugat dapat menggugat terhadap orang lain yang mempunyai kedudukan itu, atau orang yang mempunyai kedudukan itu maju sebagai penggugat.
5. Eksepsi obscuur libel (obscure libel exceptie) yaitu
eksepsi yang didasarkan pada dalil gugatan penggugat gelap atau
samar-samar, contoh gugatan yang dalam uraian peristiwanya tidak jelas
dan tidak lengkap, atau dalam menyususn tututan nya tidak terang dan
tidak pasti. Kalau ekseepsi ini diterima, maka gugagtan diputus
dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard), dan penggugat dapat menggugat lagi dengan memperbaiki bunyi gugatan.
6. Eksepsi chicaneus process (chicaneus process exceptie, eksepsi
yang manyatakan proses apus-apusan), contoh gugatan yang tidak didukung
oleh fakta atau peristiwa. Termasuk di dalam pengertian chicaneus process adalah gugatan yang diajukan tanpa adanya sengketa yang melandasi gugatan tersebut. Kalau eksepsi benar dan diterma oleh hakim, maka gugatan diputus ditolak (weigeren), dan penggugat tidak dapat mengajukan gugatan baru.
IV. TEKNIK MENGAJUKAN EKSEPSI
- Menentukan kompetensi
Salah satu jenis eksepsi adalah eksepsi deklinatoir (eksepsi mengelak-an). Maksudnya dengan mengajukan eksepsi
jenis ini maka tergugat mengelak dari kompetensi pengadilan. Di sini
tertugat menyatakan bahwa pengadilan yang memeriksa tidak mempunyai
kompetensi (wewenang mengadili).
Kompetensi ada dua, yaitu kompetensi absolut dan kompetensi relatif. Kompetensi asbsolut (kompetensi atributief) adalah wewenang mengadili yang didasarkan pada jenis lembaga peradilan dan tingkat pengadilan. Setiap
lembaga peradilan mempunyai kompetensi menyelesaikan perkara berdasar
jenis perkara dan orang yang terlibat perkara (orang yang bersengketa). @
Kompetensi relatif (kompetensi distributief)
adalah wewenang mengadili berdasar wilayah hukum pengadilan yang
sejenis (berada dalam satu lingkungan peradilan) dan sejajar (sama
tingkatan pengadilannya). Kompetensi relatif pengdilan negeri diatur
dalam Pasal 118 HIR (ada tujuh pengadilan negeri yang berwenang
mengadili).
Pengajuan eksepsi deklinatoir kompetensi relatif, terikat ketentuan
Pasal 133 HIR, yaitu harus diajukan sebagai jawaban nomor satu, tidak
boleh didahului oleh jawaban yang lain. Bilamana didahului oleh jawaban
yang lain, maka eksepsi tersebut akan ditolak karena terlambat (tardieft). Jadi ketentuan tentang waktu pengajuan eksepsi deklinatoir kompetensi relatif harus diperhatikan. Karena hanya melanggar saat (waktu) pengajuannya, eksepsi deklinatoir kompetensi relatif tersebut akan ditolak tanpa mempertimbangkan benar salahnya isi eksepsi tersebut.
Hal tersebut berbeda dengan eksepsi
deklinatoir kompetensi absolut. Ketentuan pokok tetang kompetensi
absolut diatur dalam Pasal 25 UU No. 48 Th 2009. Eksepsi deklinatoir kompetensi absolut dapat diajukan kapan pun, sampai dengan perkara menjelang diputus, eksepsi ini masih dapat diajukan. Pengajuan eksepsi deklinatoir kompetensi absolut tidak tergantung pada waktu tertentu. Bahkan apabila pihak tergugat tidak mengajukan eksepsi deklinatoir kompetensi absolut, dan pengadilan negeri memang tidak berwenang mengadili perkara yang bersangkutan, maka atas jabatan hakim harus menyatakan dirinya tidak berwenang (Pasal 134 HIR)
- Menganalisis isi gugatan
Menurut Hukum Acara Perdata, gugatan terdiri dari dua bagian, yaitu fundamentum petendi dan petitum
a. fundamentum petendi
Fundamentum petendi memuat
uraian peristiwa dan dasar hukum gugatan. Menurut Hukum Acara Perdata
uraian tentang peristiwa dan dasar hukum gugatan itu harus memenuhi
syarat jelas dan lengkap.
b. petitum
Petitum merupakan bagian gugatan yang memuat apa yang dituntut. Menurut Hukum Acara Perdata, suatu petitum harus memenuhi syarat isi yaitu terang dan pasti. @
Dengan demikian apabila dari hasil analisis disimpulkan bahwa suatu gugatan yang isi (uraian) fundamentum petendinya tidak jelas dan tidak lengkap, dan/ atau petitumnya tidak terang dan tidak pasti, maka tergugat dapat mengajukan eksepsi yang isinya gugatana obscure libel (gugatan gelap/samar-samar).
- Menganalisis pihak
a. Pencantuman pihak secara lengkap
Analisis terhadap kelengkapan penye
butan pihak adalah menganalisis apakah semua pihak terkait sudah
dicantumkan sebagai pihak dalam perkara. Misalnya gugatan berdasar
wanprestasi dari D (debitor) yang dijamin dengan jaminan perseorangan (borgtocht)
oleh B, maka yang harus dicantumkan seabgai tergugat adalah D dan B.
Jika dalam gugatan hanya dicantumkan B saja sebagai tergugat, maka
tergugat dapat megnajukan eksepsi gugatan kurang dalam menyebut pihak.
b. Kedudukan hukum para pihak
Siapa yang dicantumkan sebagai pihak dalam gugatan (penggugat maupun tergugat)
haruslah dilihat apakah seseorang bertindah sendiri untuk dirinya
sendiri (di dalam Hukum Perdata biasa disebut dengan istilah bertindak
secara in persoon) ataukah bertindak sebagai wakil.
Dalam hal seseorang bertindak secara in persoon, maka penyebutannya dalam gugatan baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat adalah relatif mudan dan sederhana.
Bilamana seseorang bertindak
sebagai wakil, maka perlu diperhatikan apakah orang tersebut memang
mempunyai kedudukan hukum untuk mewakili sebagai pihak dalam perkara.
Untuk mengetahui hal ini harus diperhatikan ketentuan tentang perwakilan
(vetegen woodiging).
Menurut Hukum Perdata, perwakilan terjadi dalam hal seorang yang tidak cakap berbuat hukum (onbekwaan), orang yang meninggalkan urusannya, dan perkumpulan. Untuk
menjadi pihak dalam suatu perkara, seorang yang tidak cakap berbuat
hukum harus diwakili. Bagi orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele),
wakilnya adalah pengampu. Hal ini berbeda dengan orang yang tidak cakap
karena belum cukup umur (belum dewasa). Tentang pada usia berapa
seseorang dikatakan dewasa adalah tergantung pada ketentuan Hukum
Perdata tentang Orang dan Keluarga. Pada saat ini di Indonesia terdapat
beberapa (pluralisme) ketentuan Hukum Perdata yang mengatur tentang@
kedewasaan, yaitu Hukum Perdata Adat, Hukum Perdata Barat, Hukum
Perdata Islam, Undang-Undang Perkawinan (UUP) dan Kompilasi Hukum Islam
(KHI). Menurut Hukum Perdata Adat, Hukum Perdata Barat dan Hukum Perdata
Islam seorang anak yang belum dewasa yang tali perkawinan orang tuanya
masih utuh, dalam hal melakukan perbuatan hukum anak tersebut diwakili oleh ayahnya. Hal ini berbeda degnan ketentuan dalam
UUP dan KHI. Menurut kedua ketentuan ini, anak yang belum dewasa dan
tali perkawinan orang tuanya masih utuh diwakili oleh orang tuanya (ayah dan ibunya)
Bagi perkumpulan, wakilnya adalah
siapa yang menurut anggaran dasar atau ketentuan dasar diberi wewenang
bertindak.untuk dan atas nama perkumpulan yang bersangkutan.
Apabila dalam gugatan disebut orang
yang tidak mempunyai kedudukan mewakili baik sebagai penggugat maupun
sebagai tergugat, maka pihak tergugat dapat mengajukan eksepsi
diskualifikator.
- Menganalisis perumusan pihak
Perumusan pihak yang menjadi pihak
(penggugat atau tergugat) tanpa diwakili oleh orang lain, adalah mudah,
cukup disebut nama, pekerjaan dan alamat. Perumusan pihak perlu mendapat
perhatian lebih apabila dalam suatu perwakilan, khususnya perwakilan
perkumpulan. Dalam hal perkumpulan, maka harus dibedakan antara
perkumpulan yang berbadan hukum dengan perkumpulan bukan badan hukum.
Perkumpulan badan hukum jika diibaratkan orang maka orang tersebut
adalah orang yang cakap melakukan perbuatan hukum (bekwaam), sedangkan perkumpulan yang bukan badan hukum ibaratnya adalah orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum (onbekwaam). Bagi
orang yang cakap berbuat hukum, maka dirinya dapat maju sendiri sebagai
penggugat atau tergugat, namun bagi orang yang tidak cakap berbuat
hukum apabila tersangkut perkara di pengadilan maka dirinya harus
diwakili. Hal demikian berlaku pula bagi perkumpulan. Perkumpulan yang
berbadan hukum dapat maju sendiri atau diwakili sebagai penggugat atau
diajukan sebagai tergugat. Bagi perkumpulan yang bukan badan hukum harus
diwakili.
Berikut ini diberikan contoh perumusan perkumpulan sebagai tergugat bagi PT A yang sudah berbadan hukum.
a. maju sendiri sebagai pihak @
PT A yang didirikan berdasar Akta Nomor 245 dibuat oleh Sumarwoto, Sarjana Hukum Notaris di Semarang, yang
sudah disahkan oleh yang berwajib dan diumumkan dalam Berita Negara
Tahun 2006 Nomor 23 Tambahannya Nomor 2567, beralamat di Jalan Teuku
Umar Nomor 29080 Semarang, yang dalam hal ini diwakili oleh ……dst
b. diwakili sebagai pihak
Nama: Ir Sumargomo
Pekerjaan : Swasta
Alamat: Jl Gatot Subroto, Nomor 6784 Semarang
Dalam kedudukannya selaku Direktur Utama Perseroan yang akan disebut, berdasar ketentuan Pasal 10 (2) Anggaran Dasar Perseroan, bertindak untuk dan atas nama serta sah mewakili Perseroan PT A ……..dst.
Unpama yang menjadi tergugat adalah
PT A yang belum berdasar hukum, maka perumusan pihaknya hanya dapat
dilakukan dengan cara kedua (diwakili sebagai pihak)
- Menganalisis pokok perkara
a. prestasi sudah opeisbaar
Salah atu syarat agar suatu gugatan
berhasil adalah gugatan diajukan tepat pada waktunya. Dalam
menganalisis gugatan, maka tergugat juga harus menganalisis apakah
gugatan yang diajukan tersebut sudah saatnya untuk diajukan, misalnya
debitor wajib membayar utangnya pada tanggal 1 Desember, baru tanggal 27
Agustus sudah digugat oleh kreditor untuk membayar utangnya. Dalam hal
ini tergugat dapat mengajukan eksepsi dilatoir.
b. Gugatan belum verjaar
Verjaaring (lewat
waktu, daluwarsa) dikenal dalam Hukum Perdata Barat (Pasal 1963, 1967,
1968 KUH Perdata), namun tidak dikenal dalam Hukum Perdata Adat. Apabila
gugatan diajukan setelah terjadinya daluwarsa, maka tergugat dapat
mengajukan eksepsi peremtoir.
c. Res judicata
Satu perkara tidak boleh digugat
dua kali. Apabila gugatan diajukan untuk perkara yang sudah pernah
diajukan dan diadili oleh pengadilan, maka tergugat dapat mengajukan
eksepsi peremtoir. @
d. Gugatan beralasan
Menurut Hukum Acara Perdata, agar berhasil suatu gugatan harus didukung oleh peristiwa yang diuraikan dalam bagian fundamentum petendi untuk mendukung petitum. Apabila dalam fundamentum petendi tidak ada uraian peristiwa atau ada uraian peristiwa namun tidak mendukung petitum, maka tergugat dapat mengajukan eksepsi obscuur libel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar